Sebagai pengusaha atau HR, kamu tentu paham ada beberapa cuti karyawan yang diatur oleh pemerintah, dari mulai cuti tahunan, cuti besar, cuti penting, hingga cuti melahirkan bagi pekerja perempuan. Semua jenis cuti yang disebutkan dalam sejumlah pasal UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 itu merupakan cuti berbayar atau cuti diupah, yaitu hak libur atau istirahat kerja yang wajib diberikan oleh pengusaha kepada karyawan dan dibayar upahnya.
Dalam praktiknya, di luar cuti di atas, beberapa perusahaan juga memberikan cuti tidak dibayar atau cuti tak diupah. Namun, UU tidak menyebutkan dan mengaturnya, sehingga cuti ini hanya bersifat opsional atau tidak wajib diberikan oleh setiap perusahaan. Kebijakan pemberian cuti tak diupah umumnya didasarkan atas pertimbangan win-win solution antara perusahaan dan karyawan.
Pernahkah karyawanmu mengajukan izin kerja untuk meninggalkan pekerjaan 6 bulan karena mendapatkan beasiswa atau fellowship ke luar negeri atas inisiatif pribadi sambil menunjukkan letter of acceptance dari lembaga penyelenggara program?
Dalam UU Ketenagakerjaan, tidak terdapat aturan cuti karyawan atas dasar alasan di atas. Oleh sebab itu, kamu tidak wajib memberikan cuti (berbayar) kepada karyawan yang bersangkutan. Lalu, apa solusinya?
Kamu dapat menawarinya cuti di luar tanggungan atau unpaid leave. Cuti ini pada dasarnya menerapkan prinsip no work no pay, tidak bekerja maka tidak di bayar. Dasar hukumnya adalah Pasal 93 ayat (1) UU Ketenagakerjaan:
“Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.”
Dalam Pasal 93 ayat (2) terdapat beberapa pengecualian, di mana pengusaha wajib membayar upah meski karyawan tidak bekerja. Namun, alasan mendapat beasiswa atau belajar atas inisiatif pribadi (bukan tugas pendidikan perusahaan) tidak termasuk dalam pengecualian. Karena itu, ketentuan ayat (1) bisa diterapkan oleh pengusaha dengan memberikan karyawan cuti tidak diupah.
Kebijakan cuti tidak dibayar ini lebih memuaskan kedua pihak sebab karyawan dapat meninggalkan pekerjaan sementara untuk menjalankan kepentingan pribadinya tanpa harus mengundurkan diri (resign), sebaliknya perusahaan tidak perlu membayar gaji dan segala tunjangan karyawan yang tidak bekerja.
Dengan landasan Pasal 93 ayat (1), perusahaan dapat memberikan cuti tidak diupah kepada karyawan yang mengajukan izin selain alasan berikut:
- Menjalankan hak istirahat, meliputi cuti tahunan 12 hari dan cuti besar 2 bulan.
- Sakit, melahirkan, keguguran kandungan, sakit pada hari pertama dan kedua haid.
Alasan penting, meliputi menikah, menikahkan anak, mengkhitankan anak, membaptiskan anak, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau mertua atau anggota keluarga satu rumah meninggal dunia, menjalankan kewajiban terhadap negara, menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya, menjalankan tugas serikat pekerja atas persetujuan pengusaha, dan melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.
Contoh alasan personal karyawan yang umumnya diberikan unpaid leave adalah melanjutkan kuliah, menemani suami tugas belajar di kota lain, merawat keluarga yang sakit, mendapat kesempatan short course dari sponsor di luar perusahaan, mengikuti misi kemanusiaan ke luar daerah/luar negeri, dan mengikuti kejuaraan/turnamen olahraga.
Ketentuan pemberian cuti tidak dibayar untuk setiap perusahaan tentu tidak sama, baik dari jangka waktunya serta cara pengajuannya. Ada perusahaan yang menerapkan kebijakan unpaid leave untuk karyawan yang telah bekerja minimal 2 tahun, tetapi ada juga yang memberikannya untuk karyawan yang belum memiliki jatah cuti tahunan.
Perusahaan yang memberikan cuti tidak dibayar pada umumnya menerapkan aturan berikut:
- Jangka waktu cuti minimal 12 hari
- Diperuntukkan bagi kepentingan pribadi atau keluarga karyawan
- Karyawan harus mengajukan surat permohonan ke pimpinan perusahaan dan mendapat persetujuan
- Karyawan tidak menerima gaji dan tunjangan selama masa cuti
- Untuk cuti yang panjang, perusahaan tidak menjamin ketersediaan posisi karyawan saat ia kembali masuk kerja
Bagi perusahaan, sekalipun tidak wajib, memberikan cuti di luar tanggungan kepada karyawan juga memiliki keuntungan. Misalnya, jika karyawan yang mengajukan cuti untuk mengambil pendidikan merupakan top talent di perusahaan atau selama ini punya kontribusi penting dalam organisasi bisnis, maka kamu tak perlu takut ‘kehilangan’ karena ia masih berstatus sebagai pegawai/karyawan di perusahaanmu meski untuk sementara waktu tidak aktif bekerja.
Mengelola cuti tidak dibayar sedikit lebih mudah, sebab kamu tak perlu menghitung sisa cuti. Ini berbeda dengan cuti berbayar seperti cuti tahunan, di mana hak karyawan ini wajib diberikan minimal 12 hari setelah karyawan bekerja 12 bulan terus menerus, dan kamu juga harus menghitung sisa cutinya.
Kelola Cuti Karyawan dengan HR Software Talenta by Mekari
Kini mengelola cuti lebih mudah menggunakan HR software Talenta by Mekari. Tidak hanya pintar menghitung gaji karyawan dan komponen slip gaji secara efisien dan otomatis melalui kalkulator hitung gaji online, aplikasi cloud payroll terbaik di Indonesia ini juga dilengkapi dengan fitur cuti online yang keren. Melalui fitur ini, proses pengajuan cuti karyawan dapat dilakukan melalui aplikasi pengajuan cuti karyawan dan bisa seketika disetujui oleh HR dan atasan tanpa perlu form cuti kertas.
Tentu saja, kelebihannya adalah prosedur yang sederhana dan tidak panjang berbelit serta dapat dilakukan dari mana saja. Ini sangat memudahkan cuti penting yang sifatnya mendadak, misalnya isteri karyawan melahirkan di luar perkiraan dokter atau keguguran kandungan, di mana karyawan perlu segera mendapat persetujuan izin untuk libur bekerja.
Cuti online Talenta by Mekari memilliki sistem pencatatan data cuti karyawan real-time yang menghitung pengurangan jatah cuti karyawan secara otomatis. Fitur ini juga memungkinkan perusahaan menerapkan sistem cuti carry-forward yang fleksibel, di mana cuti karyawan tidak hangus dan terakumulasi di tahun berikutnya.